PhotobucketPhotobucketPhotobucket

Senin, 08 Desember 2008

Eling ngo (Introspeksi Diri)

Masa Depan Manusia.

Semua manusia mempunyai masa depan yang sama yaitu mati dan menjadi mayat.
Yang Akan mengikuti Mayat ketika akan dikubur adalah tiga hal yaitu:
1. Keluarga
2. Hartanya
3. Amalnya

Ada Dua Yang Kembali Dan Satu akan Tinggal Bersamanya yaitu;
1. Keluarga dan Hartanya Akan Kembali
2. Sementara Amalnya Akan Tinggal Bersamanya.

Maka ketika Roh Meninggalkan Jasad...Terdengarlah Suara Dari Langit Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan..

Apakah Kau Yang Telah Meninggalkan Dunia, Atau Dunia Yang Meninggalkanmu
Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Harta Kekayaan, Atau Kekayaan Yang Telah Menumpukmu
Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Dunia, Atau Dunia Yang Telah Menumpukmu
Apakah Kau Yang Telah Mengubur Dunia, Atau Dunia Yang Telah Menguburmu."
Ketika Mayat Tergeletak Akan Dimandikan....Terdengar Dari Langit Suara Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan...

Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat, Mengapa Kini Te rkulai Lemah
Mana Lisanmu Yang Dahulunya Fasih, Mengapa Kini Bungkam Tak Bersuara
Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar, Mengapa Kini Tuli Dari Seribu Bahasa
Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia, Mengapa Kini Raib Tak Bersuara"

Ketika Mayat Siap Dikafan...Suara Dari Langit Terdengar Memekik,"Wahai Fulan Anak Si Fulan

Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha
Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah
Wahai Fulan Anak Si Fulan...

Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan Nun Jauh Tanpa Bekal
Kau Telah Keluar Dari Rumahmu Dan Tidak Akan Kembali Selamanya
Kini Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan Yang Penuh Pertanyaan."
Ketika MayatDiusung.... Terdengar Dari Langit Suara Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan..

Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat."

Ketika Mayat Siap Dishalatkan....Terdengar Dari Langit Suara Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan..

Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan Kelak Kau Lihat Hasilnya Di Akhirat
Apabila Baik Maka Kau Akan Melihatnya Baik
Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk."

Ketika MayatDibaringkan Di Liang Lahat....terdengar Suara Memekik Dari Langit,"Wahai Fulan Anak Si Fulan...

Apa Yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu Yang Luas Di Dunia Untuk Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini
Wahai Fulan Anak Si Fulan...

Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis
Dahulu Kau Bergembira,Kini Dalam Perutku Kau Berduka
Dahulu Kau Bertutur Kata, Kini Dalam Perutku Kau Bungkam Seribu Bahasa."

" Summa latus'alunna yauma'izin anin na'im(i) "

Catatanku (4) :Jujur ?

Jujurnya Pemimpin.
Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.

Kejujuran dan sifat tegas sangat diperlukan dan merupakan salah-satu sikap pemimpin yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat menjadi pemimpin.

Setiap karyawan akan mengamati sikap jujur dari para pemimpinnya, sama seperti para pemimpin yang dengan setia mengamati kejujuran dari para karyawannya, untuk melihat apakah praktik organisasi sudah sejalan dengan prinsip trust yang dianut oleh pemimpin. Dalam semua interaksi, dari yang terkecil sampai yang terbesar, sikap pemimpin yang penuh dengan kejujuran akan menghargai keluhuran dari sikap trust yang diperlihatakan oleh para karyawan dalam membangun perusahaan.
Pada saat ini kepedulian tentang langkanya kesetiaan karyawan kepada perusahaan dan berkurangnya kepercayaan perusahaan kepada karyawan merupakan pesan yang jelas bagi pemimpin hari ini. Perilaku tidak jujur dari dunia bisnis telah mengakibatkan hancur dan punahnya budaya trust di antara pemimpin dengan karyawannya.
Kejujuran dari factor external perusahaan yaitu kejujuran Akuntan Publik juga sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Kejujuran akuntan publik sebenarnya mulai “digugat” masyarakat internasional sejak terbongkarnya skandal keuangan terbesar di Amerika Serikat pada 2002 lalu. Perusahaan raksasa sekaliber Enron, Worldcom, Kmart dan Global Crossing yang dipuji-puji kinerja keuangannya oleh bursa saham Wall Street ternyata melakukan manipulasi akuntansi.
Kalau di Amerika Serikat saja–sebuah negara besar yang selama ini sangat kuat komitmennya mengusung prinsip akuntabilitas dan goodc orporate governance–masih bisa terjadi manipulasi, mark up dan penyembunyian informasi keuangannya, bagaimana lagi dengan kondisi di Indonesia…..."semoga hal ini menyadarkan manajemen sebagai pengelola perusahaan (ditempat saya bekerja)".
Kekuasaan memang dapat menjadikan seseorang mampu berbuat zalim, mampu memaksa orang lain mengatakan putih itu hitam dan sebaliknya. Para penguasa menyenangi yang semacam itu, dan hal itu menjadi salah satu daya tarik mengapa orang berebut kekuasaan. Dengan kekuasaan maka hampir semua yang dikatakannya akan dibenarkan.


Banyak orang terjebak ke dalam pola hidup yang diwarnai oleh berbagai kedustaan atau kebohongan. Mereka menganggap bahwa kejujuran membawa mereka kepada kehancuran, sehingga kebohongan merajalela dan kejujuran menjadi barang langka.

Ya, itulah semboyan yang seolah telah melekat di benak kita saat ini. Bahwa kejujuran merupakan pintu menuju kehancuran.

Pertanyaannya, Apakah sekarang Indonesia sudah menjelma jadi negara yang penuh dengan kebohongan?

Berikut adalah cuplikan dari ramalan Jayabaya (jongko Joyoboyo) :

Wong bener thenger-thenger, wong salah bungah, wong apik ditampik-tampik,
wong jahat munggah pangkat.

Sing ngedan keduman, sing waras nggagas.
Sing mendele dadi gede, sing jujur kujur.
Sing suwarane seru oleh pengaruh.
Wong pinter diingar-ingar, wong ala diuja.
Wong ngerti mangan ati.

Selasa, 18 November 2008

Catatanku (3) : oh krisis ....

Tanggung Jawab Siapa....?

Situasi perusahaan kita belakangan ini menunjukkan hal-hal yang kebingungan, kegalauan, dan kecemasan menghantui semua lapisan karyawan. Direksi dan para elite manajemen yang seharusnya mengayomi dan memperjuangkan peningkatan kualitas karyawannya, sibuk membela kepentingan mereka masing-masing. Kita bisa merasakan adanya keinginan dan harapan yang amat besar dari karyawan akan terjadinya perubahan, akan perlunya dilakukan tindakan penyelamatan atas perusahaan ini. Namun, sebelum melakukan tindakan penyelamatan, dibutuhkan pengertian yang sebaik-baiknya dan sedalam-dalamnya tentang sifat, karakteristik, dan akar terjadinya beragam masalah yang melanda perusahaan kita sekarang ini. Tanpa pemahaman itu mustahil kita bisa keluar dari belenggu permasalahan yang terus menghimpit perusahaan kita.
Disinilah sat ini dibutuhkan kepemimpinan dari direksi yang mempunyai visi dan misi jelas dan strategic, bukan mengikuti arus atau hanya percaya pada bawahannya GM-GM yang pandai membual dan menyenangkan saja.
Berdasarkan kesimpulan Peter F Drucker yang menyangkut empat hal pemimpin :
Pertama, pemimpin adalah seseorang yang mempunyai pengikut, tanpa pengikut seorang pemimpin bukan pemimpin. Artinya, pemimpin harus "diikuti" bukan "mengikuti".
Kedua, seorang pemimpin bukanlah yang semata-mata dipuja, dicintai, dan populer. Pimpinan yang sebenarnya adalah yang bisa menunjukkan hasil.
Ketiga, pimpinan harus bisa memberikan contoh-contoh yang positif dan konkret.
Keempat, kepemimpinan bukanlah pangkat/jabatan, keistimewaan, gelar atau harta. Kepemimpinan adalah tanggung jawab.
Pemimpin bukan pula penganjur atau pengkotbah semata, tetapi mampu melaksanakan apa yang dikatakannya. Peter F Drucker berujar, memang ada orang yang memiliki kharisma kepemimpinan yang dibawa sejak lahir.
Kelemahan lain yang melekat pada BUMN adalah tidak diterapkannya sistem carrot and stick atau imbalan dan hukuman, jika direksi tidak mencapai sasaran yang ditetapkan. Ganjaran diberikan berupa bonus pada akhir tahun, tetapi hukuman atau penalti tidak ada, paling-paling diganti setelah perusahaan babak-belur.
Banyak BUMN termasuk “disini” yang kondisi perusahaannya “kurus”, bahkan hamper bangkrut namun direksinya atau mantan direksi serta konco2nya malah “gemuk-gemuk”. Pokoknya, jadi direksi itu enaklah…..pastinya…

Catatanku (2) : MK

Mengkritisi Pengelolaan BUMN tempatku.

Mike Seymour, seorang praktisi Public Relations ternama mengungkap bahwa setiap institusi wajib memiliki rencana manajemen krisis. Tidak memilikinya merupakan sebuah bentuk kegagalan korporasi. Seymour bahkan dengan tegas mengatakan bahwa pada saat ini jika perusahaan tidak siap untuk menghadapi dan mengelola krisis, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak bertanggungjawab perusahaan (corporate irresponsibility).
Seymour meyakini bahwa mempersiapkan perusahaan menghadapi krisis merupakan upaya terstruktur untuk menjaga (dan meningkatkan) reputasi perusahaan. Karena, dalam setiap krisis, perusahaan harus sanggup menghadapi segala risiko yang timbul. Respons perusahaan terhadap segala kemungkinan itulah yang akan menghasilkan sikap percaya (trust) atau tidak dari publik

Di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penerapan manajemen krisis ini sebenarnya sudah di atur melalui Keputusan Menteri (Kepmen) yang dikeluarkan per tanggal 1 Agustus 2002.


Sistem kontrak manajemen menurut hemat saya akan memberikan peluang pada profesionalisme mengelola BUMN.
Misalnya dalam sistem kontrak manajemen ditetapkan dewan direksi harus mampu mendapatkan keuntungan 20 persen per tahun dari total aset yang dikelolanya, jika tak mampu silakan mengundurkan diri sebelum dipinggirkan. Kepada yang sanggup, pemerintah tinggal mengevaluasi, apabila dalam jangka waktu satu atau dua tahun misalnya direksi tak sanggup mewujudkan keuntungan yang dimaksud, otomatis dia harus diganti dengan yang lain - begitu seterusnya.
Dengan cara demikian, tak akan ada lagi di antara anggota dewan direksi yang menghambur-hamburkan uang negara atau keinginan untuk melampiaskan menambah kekayaan pribadinya.
Sampai saat ini pengelolaan BUMN “tempat saya bekerja” sangat tidak efisien. Indikasinya, ratusan milyar bahkan mungkin trilyunan uang negara ada di sini, keuntungan yang berhasil diraihnya tidak ada, malah sebaliknya kesulitan liquiditas yang semakin parah.
Umumnya anggota direksi BUMN “ini” saat berkuasa menganggap perusahaan negara ini adalah perusahaannya sendiri. Sedikit sekali kesadaran bahwa yang dikelolanya itu adalah kekayaan negara, milik bangsa. Ini bisa dibuktikan, biar “BUMN”-nya rugi milyaran rupiah, tapi pola kebijakan atau prilakunya belum menunjukkan kesadaran yang semestinya.
Seharusnya dalam masa-masa perusahaan yang saat ini dalam kondisi krisis, seorang Direksi harus bisa memberi ketauladanan berlaku hemat tidak banyak bepergian yang tidak membawa manfaat bagi perusahaan dan mau berkorban dengan mengurangi sebagian fasilitas yang didapat atau bila perlu gajinya juga dipotong, namun hal ini kelihatannya sulit dilakukan.
Pengangkatan direksi kelihatannya tidak lagi berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan perilaku serta dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan perusahaan, dan tidak lagi memperhatikan karakteristik dan spesifikasi bisnis perusahaan dengan penempatan figur yang tepat.

BIsakah disaat krisis ekonomi ini, perusahaan BUMN “ini” menjadi LOkomotif Pejuang bangsa mengatasi krisis global yang ada, dan semoga BUMN "ini" tidak hanya menjadi perongrong ekonomi bangsa….Insya Allah.

Jumat, 14 November 2008

Catatanku : HI

Hubungan Industrial yang harmonis merupakan hubungan yang konstruktif antara pekerja dan Manajemen, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas dan kelangsungan usaha. Untuk tercapainya Hubungan Industrial yang harmonis tersebut, semangat “Win-Win Solution” perlu ditumbuh kembangkan secara terus menerus. Untuk itu, peningkatan kesadaran dan saling keterbukaan menghargai kepentingan masing-masing pihak merupakan suatu kondisi yang perlu diciptakan di dalam perusahaan.
Tidak lain, komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan hubungan industrial. Komunikasi yang kurang efektif dapat berakibat, tidak hanya pada hubungan yang kurang harmonis dalam lingkungan kerja, namun lebih jauh adalah terjadinya distorsi pemahaman akan berbagai kebijakan manajemen, yang tentu saja dapat berakibat buruk bagi perusahaan, dan juga pihak stakeholder.
Sehingga, mutlak diperlukan dalam hubungan industrial adalah kemampuan berkomunikasi, menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan tentang kebijakan perusahaan, dengan tingkat distorsi yang seminimal mungkin, bahkan mencapai NOL (tidak ada). Komunikasi ini pun dapat menciptakan saling pengertian. Untuk itu perlu ada saling memahami dan membangun budaya keterlibatan. Inilah yang merupakan esensi dari demokrasi industri.
Sayangnya hal ini jarang atau tidak dilakukan dan tidak terjadi pada perusahaan BUMN (tempat saya bekerja), yang terjadi justru sering keluar statement-statemen saling mencurigai antara pihak Manajemen (Top/middle Manajemen) dan Karyawan. Dari sisi Manajemen sering dengan emosinya mengatakan bahwa karyawan pelaksana tidak produktif, sering membuat defect dalam proses produksi, malas, tidak ada motivasi kerja, dll, yang intinya adalah karyawan pelaksana sebagai penyebab buruknya kondisi perusahaan. Sedangkan dari Karyawan pelaksana sebaliknya sering mengatakan bahwa Direksi (Manajemen) sering melakukan pemborosan pemakaian fasilitas perusahaan, sering kluyar kluyur (pergi2) yang tidak membawa manfaat bagi perusahaan, tidak mempunyai kompetensi, tidak mempunyai strategi dlm mengelola perusahaan, takut mengambil kebijaksanaan, dll. Yang lebih parah lagi muncul parikan jalanan (parikan karyawan yang naik bus line/antar jemput bis)yang intinya menggambarkan ketidak mampuan Direksi menjalankan perusahaan (tidak saya tulis parikannya karena sangat menyinggung perasaan). Sehingga dari tersebut diatas sudah dapat terbaca apa yang bakal terjadi pada perusahaan ini kedepan.... Subhanallah....

"Perlakukan karyawan sebagai kolega, dan jangan meremehkan, menghina, mencaci, bla bla bla, atau men-dholimi.
Mereka adalah mitra kerja, bukan abdi atau sahabat terbaik.
Demi harga diri, jangan menjadi Direktur Pamer Diri"