PhotobucketPhotobucketPhotobucket

Senin, 08 Desember 2008

Catatanku (4) :Jujur ?

Jujurnya Pemimpin.
Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.

Kejujuran dan sifat tegas sangat diperlukan dan merupakan salah-satu sikap pemimpin yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat menjadi pemimpin.

Setiap karyawan akan mengamati sikap jujur dari para pemimpinnya, sama seperti para pemimpin yang dengan setia mengamati kejujuran dari para karyawannya, untuk melihat apakah praktik organisasi sudah sejalan dengan prinsip trust yang dianut oleh pemimpin. Dalam semua interaksi, dari yang terkecil sampai yang terbesar, sikap pemimpin yang penuh dengan kejujuran akan menghargai keluhuran dari sikap trust yang diperlihatakan oleh para karyawan dalam membangun perusahaan.
Pada saat ini kepedulian tentang langkanya kesetiaan karyawan kepada perusahaan dan berkurangnya kepercayaan perusahaan kepada karyawan merupakan pesan yang jelas bagi pemimpin hari ini. Perilaku tidak jujur dari dunia bisnis telah mengakibatkan hancur dan punahnya budaya trust di antara pemimpin dengan karyawannya.
Kejujuran dari factor external perusahaan yaitu kejujuran Akuntan Publik juga sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Kejujuran akuntan publik sebenarnya mulai “digugat” masyarakat internasional sejak terbongkarnya skandal keuangan terbesar di Amerika Serikat pada 2002 lalu. Perusahaan raksasa sekaliber Enron, Worldcom, Kmart dan Global Crossing yang dipuji-puji kinerja keuangannya oleh bursa saham Wall Street ternyata melakukan manipulasi akuntansi.
Kalau di Amerika Serikat saja–sebuah negara besar yang selama ini sangat kuat komitmennya mengusung prinsip akuntabilitas dan goodc orporate governance–masih bisa terjadi manipulasi, mark up dan penyembunyian informasi keuangannya, bagaimana lagi dengan kondisi di Indonesia…..."semoga hal ini menyadarkan manajemen sebagai pengelola perusahaan (ditempat saya bekerja)".
Kekuasaan memang dapat menjadikan seseorang mampu berbuat zalim, mampu memaksa orang lain mengatakan putih itu hitam dan sebaliknya. Para penguasa menyenangi yang semacam itu, dan hal itu menjadi salah satu daya tarik mengapa orang berebut kekuasaan. Dengan kekuasaan maka hampir semua yang dikatakannya akan dibenarkan.


Banyak orang terjebak ke dalam pola hidup yang diwarnai oleh berbagai kedustaan atau kebohongan. Mereka menganggap bahwa kejujuran membawa mereka kepada kehancuran, sehingga kebohongan merajalela dan kejujuran menjadi barang langka.

Ya, itulah semboyan yang seolah telah melekat di benak kita saat ini. Bahwa kejujuran merupakan pintu menuju kehancuran.

Pertanyaannya, Apakah sekarang Indonesia sudah menjelma jadi negara yang penuh dengan kebohongan?

Berikut adalah cuplikan dari ramalan Jayabaya (jongko Joyoboyo) :

Wong bener thenger-thenger, wong salah bungah, wong apik ditampik-tampik,
wong jahat munggah pangkat.

Sing ngedan keduman, sing waras nggagas.
Sing mendele dadi gede, sing jujur kujur.
Sing suwarane seru oleh pengaruh.
Wong pinter diingar-ingar, wong ala diuja.
Wong ngerti mangan ati.

Tidak ada komentar: