PhotobucketPhotobucketPhotobucket

Selasa, 18 November 2008

Catatanku (2) : MK

Mengkritisi Pengelolaan BUMN tempatku.

Mike Seymour, seorang praktisi Public Relations ternama mengungkap bahwa setiap institusi wajib memiliki rencana manajemen krisis. Tidak memilikinya merupakan sebuah bentuk kegagalan korporasi. Seymour bahkan dengan tegas mengatakan bahwa pada saat ini jika perusahaan tidak siap untuk menghadapi dan mengelola krisis, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak bertanggungjawab perusahaan (corporate irresponsibility).
Seymour meyakini bahwa mempersiapkan perusahaan menghadapi krisis merupakan upaya terstruktur untuk menjaga (dan meningkatkan) reputasi perusahaan. Karena, dalam setiap krisis, perusahaan harus sanggup menghadapi segala risiko yang timbul. Respons perusahaan terhadap segala kemungkinan itulah yang akan menghasilkan sikap percaya (trust) atau tidak dari publik

Di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penerapan manajemen krisis ini sebenarnya sudah di atur melalui Keputusan Menteri (Kepmen) yang dikeluarkan per tanggal 1 Agustus 2002.


Sistem kontrak manajemen menurut hemat saya akan memberikan peluang pada profesionalisme mengelola BUMN.
Misalnya dalam sistem kontrak manajemen ditetapkan dewan direksi harus mampu mendapatkan keuntungan 20 persen per tahun dari total aset yang dikelolanya, jika tak mampu silakan mengundurkan diri sebelum dipinggirkan. Kepada yang sanggup, pemerintah tinggal mengevaluasi, apabila dalam jangka waktu satu atau dua tahun misalnya direksi tak sanggup mewujudkan keuntungan yang dimaksud, otomatis dia harus diganti dengan yang lain - begitu seterusnya.
Dengan cara demikian, tak akan ada lagi di antara anggota dewan direksi yang menghambur-hamburkan uang negara atau keinginan untuk melampiaskan menambah kekayaan pribadinya.
Sampai saat ini pengelolaan BUMN “tempat saya bekerja” sangat tidak efisien. Indikasinya, ratusan milyar bahkan mungkin trilyunan uang negara ada di sini, keuntungan yang berhasil diraihnya tidak ada, malah sebaliknya kesulitan liquiditas yang semakin parah.
Umumnya anggota direksi BUMN “ini” saat berkuasa menganggap perusahaan negara ini adalah perusahaannya sendiri. Sedikit sekali kesadaran bahwa yang dikelolanya itu adalah kekayaan negara, milik bangsa. Ini bisa dibuktikan, biar “BUMN”-nya rugi milyaran rupiah, tapi pola kebijakan atau prilakunya belum menunjukkan kesadaran yang semestinya.
Seharusnya dalam masa-masa perusahaan yang saat ini dalam kondisi krisis, seorang Direksi harus bisa memberi ketauladanan berlaku hemat tidak banyak bepergian yang tidak membawa manfaat bagi perusahaan dan mau berkorban dengan mengurangi sebagian fasilitas yang didapat atau bila perlu gajinya juga dipotong, namun hal ini kelihatannya sulit dilakukan.
Pengangkatan direksi kelihatannya tidak lagi berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan perilaku serta dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan perusahaan, dan tidak lagi memperhatikan karakteristik dan spesifikasi bisnis perusahaan dengan penempatan figur yang tepat.

BIsakah disaat krisis ekonomi ini, perusahaan BUMN “ini” menjadi LOkomotif Pejuang bangsa mengatasi krisis global yang ada, dan semoga BUMN "ini" tidak hanya menjadi perongrong ekonomi bangsa….Insya Allah.

Tidak ada komentar: